Misteri Penyihir di Belakang Sekolah
Beberapa
hari ini, beredar kabar tentang seorang penyihir yang mendiami gubuk di tengah
kebun yang berada di belakang sekolah SD Merah Putih, sekolah Zein. Berita ini
beredar di kalangan anak-anak. Penyihir itu suatu kali terdengar sedang
berteriak-teriak pada tengah malam. Entah pada siapa. Tidak hanya itu, beberapa
anak-anak pernah melihat wujud sang penyihir secara nyata meskipun hanya
bayangan hitam di jendela.
Konon kabarnya,
penyihir itu tak seperti penyihir dalam gambar yang biasa dilihat. Kalau
biasanya penyihir memakai topi kain kerucut yang ujungnya bengkok, penyihir
yang ini tidak memakai topi dan berambut kribo.
“Hidungnya tidak panjang dan bengkok,
melainkan bulat bundar sempurna,” cerita Zein berapi-api namun tetap dengan
berbisik. Teman-temannya menarik napas. Tegang.
“Lalu bagaimana badannya? Apakah kurus
ceking?” tanya Ido penasaran.
Zein menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Badannya sangat besar. Perutnya buncit,” jawab Zein sambil membuat gerakan
perut buncit dengan tangannya.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus
membasmi penyihir gadungan itu,” Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan
kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!”
Zein diam. Begitu pula Ido. “Baiklah mari
kita bongkar identitas si Penyihir,” Zein berteriak lantang berusaha memberi
semangat pada teman-temannya
Trio Sherlock, begitu Zein memberi nama bagi
kelompok detektifnya yang beranggotakan Didi, Ido, dan Zein. Trio detektif suka
mencari tantangan. Jika ada sesuatu yang aneh terjadi di sekitar mereka.
Seperti hari ini, Trio Sherlock akan
mengungkap siapa dalang dibalik penyihir gadungan yang sering menakut-nakuti
anak-anak.
Rumah dari anyaman bambu itu terletak
ditengah kebun mangga. Cahaya lampu teplok terlihat remang-remang. Trio
Sherlock merapatkan jaket. Udara dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah
karena dingin atau malah takut. Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang
paling penakut.
Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di
sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat. Sepi. Hanya suara
jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian mencekam.
Rumah bambu hanya tinggal 20 meter lagi dari
tempat Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada tanda-tanda penyihir itu muncul.
“Penyihirnya tak ada,” Ido berbisik sambil
menyikut lengan Zein.
Yang disikut memberikan isyarat diam pada
Ido. “Bisa saja penyihir itu tiba-tiba mendengar dan keluar untuk menangkap
kita,” balas Zein tak kalah pelannya. Hanya Didi yang diam mengawasi.
Tiba-tiba, dari arah jendela rumah bambu yang
ditutupi kain putih, samar-samar terlihat sesosok bayangan.
“Lihat-lihat!” tunjuk Didi. “Ada bayangan!”
Sontak, Ido dan Zein menoleh. Bayangan
dirumah itu menggerak-gerakkan tangannya. Lalu terdengar suara aungan yang
membangkitkan bulu kuduk. Ido mengkeret sambil memegang lengan Zein dan Didi.
“Jangan takut, Ido. Kita biarkan saja
penyihir itu terus mengaum. Pasti lama kelamaan dia akan kelelahan,” kata Zein
menenangkan.
“Benar, kalau dia hanya penyihir gadungan,
dia pasti kelelahan,” tambah Didi.
Benar saja. Tiga menit mengaum, peyihir itu
berhenti. Ada suara ngos-ngosan yang terdengar. Seperti orang kelelahan.
“Ayo kita serbu dia,” Didi mengeluarkan tali
rapia dan juga tongkat bisbol dari tas punggungnya. Zein dan Ido masing-masing
juga mengeluarkan peralatan “berperangnya”.
“Ingat jangan sampai melukai target. Gunakan
saat diperlukan saja.” Zein memberikan instruksi.
Kembali, trio detektif mengendap-endap menuju
pintu rumah bambu. Menunggu beberapa menit, sampai penyihir itu keluar.
Beruntung, suasana sedikit gelap, jadi tubuh trio detektif tak terlihat.
Persembunyian yang sempurna.
Dan benar saja, pintu terbuka beberapa menit
kemudian. Seseorang keluar. Dengan sigap Zein memeluk tubuh itu dari belakang
dan Didi bertugas mengikat tangan serta Ido mengikat kaki penyihir itu.
“Aduh aduh,” suara penyihir itu terdengan
seperti suara laki-laki. “Ampun ampun. Saya bukan orang jahat!”
Trio Sherlock terkejut. Itu seperti suara
yang mereka kenal. Zein mengambil senter dari tas. Olala betapa terkejutnya
mereka, penyihir itu tak lain tak bukan adalah Kakek Sap.
* * * * *
Kakek Sap terkekeh. Airmatanya hampir keluar
karena lelah tertawa.
“Kalian ada-ada saja. Tapi keberanian kalian Kakek acungi jempol. Biasanya anak-anak lain akan lari terbirit-birit karena takut,” ucap Kakek Sap.
“Kalian ada-ada saja. Tapi keberanian kalian Kakek acungi jempol. Biasanya anak-anak lain akan lari terbirit-birit karena takut,” ucap Kakek Sap.
“Kenapa Kakek menyamar jadi penyihir?” Ido
bertanya sambil cemberut. Masih kesal.
“Hahaha, itu karena Kakek ingin membuat jera
anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek
kasih,” cerita kakek Sap.
Zein dan Didi saling pandang. “Lalu dimana
kostum, Kakek?” tanya mereka bersamaan.
“Itu!” Kakek menunjuk pakaian badut di pojok
rumah. “Daripada kostum badut kakek tak terpakai, lebih baik kakek gunakan
untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Tapi jangan beritahu siapa-siapa ya. Ini
hanya rahasia kita berempat.” Kakek tertawa lagi sambil mengedipkan matanya.
Trio Sherlock mengangguk serempak, tersenyum.
Tentu saja mereka tak akan memberitahu siapa-siapa. Pulangnya, Trio Sherlock
tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang
ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.
ANALISIS CERITA DENGAN MENGGUNAKAN UNSUR
INTRINSIK
1.
Tema
Tema dalam cerita
“Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” adalah “Trio Sherlock Mencari Kebenaran”.
2. Tokoh dan Penokohan
No
|
Nama
|
Penokohan
|
Bukti
Cerita
|
1.
|
Zein
|
·
Penakut
·
Baik, menenangkan temannya di saat suasana sulit
·
Bijaksana
|
·
Didi
memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah
kita kan Trio Sherlock, masa takut!
·
“Jangan
takut, Ido. Kita biarkan saja penyihir itu terus mengaum. Pasti lama kelamaan
dia akan kelelahan,” kata Zein menenangkan.
·
“Ingat
jangan sampai melukai target. Gunakan saat diperlukan saja.” Zein memberikan
instruksi.
|
2.
|
Didi
|
·
Pemberani
·
Tenang, Serius
|
·
“Ini
tidak bisa dibiarkan. Kita harus membasmi penyihir gadungan itu,” Didi memberi
usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan
Trio Sherlock, masa takut!”
·
Hanya
Didi yang diam mengawasi.
|
3.
|
Ido
|
·
Penakut
|
·
Udara
dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah karena dingin atau malah takut.
Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang paling penakut.
|
4.
|
Paman
Sap
|
·
Berniat baik, menakut-nakuti anak-anak yang suka
mencuri mangga di kebun
·
Baik hati
|
·
karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka
mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita
kakek Sap.
·
Pulangnya,
Trio Sherlock tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga
madu yang ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.
|
3. Latar
Merupakan
lukisan peristiwa yang dialami oleh satu atau beberapa orang pada suatu waktu
disuatu tempat dan dalam suasana
tertentu.
No
|
Latar
|
Bukti Cerita
|
|
1.
|
Tempat
|
·
Rumah anyaman di tengah kebun mangga (belakang SD Merah
Putih)
|
·
Perlahan, Trio
Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah
lebat.
·
Rumah bambu
hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada
tanda-tanda penyihir itu muncul.
|
2.
|
Waktu
|
·
Tengah malam
|
·
Perlahan, Trio
Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah
lebat. Sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar.
|
3.
|
Suasana
|
·
Sepi, Mencekam
·
Riang Gembira, penuh canda tawa
|
·
Sepi. Hanya
suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian
mencekam.
·
“Hahaha, itu
karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun.
Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita kakek Sap.
·
Pulangnya, Trio Sherlock
tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang
ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.
|
4. Alur
Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun
dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab-akibat sehingga
cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh.
Jenis alur
yang digunakan dalam cerita “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” adalah jenis
alur maju, karena di dalam cerita ini pengarang menceritakan urutan kejadian
atau peristiwa secara berurutan.
No
|
Tahap-Tahap
Alur
|
Bukti
Cerita
|
1.
|
Bagian
awal
|
Beberapa hari ini, beredar kabar
tentang seorang penyihir yang mendiami gubuk di tengah kebun yang berada di
belakang sekolah SD Merah Putih, sekolah Zein. Berita ini beredar di kalangan
anak-anak. Penyihir itu suatu kali terdengar sedang berteriak-teriak pada
tengah malam. Entah pada siapa. Tidak hanya itu, beberapa anak-anak pernah
melihat wujud sang penyihir secara nyata meskipun hanya bayangan hitam di
jendela.
Konon kabarnya, penyihir itu tak seperti
penyihir dalam gambar yang biasa dilihat. Kalau biasanya penyihir memakai
topi kain kerucut yang ujungnya bengkok, penyihir yang ini tidak memakai topi
dan berambut kribo.
“Hidungnya tidak panjang dan bengkok, melainkan bulat
bundar sempurna,” cerita Zein berapi-api namun tetap dengan berbisik.
Teman-temannya menarik napas. Tegang.
“Lalu bagaimana badannya? Apakah kurus ceking?” tanya
Ido penasaran.
Zein menggeleng-gelengkan kepalanya. “Badannya sangat
besar. Perutnya buncit,” jawab Zein sambil membuat gerakan perut buncit
dengan tangannya.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus membasmi penyihir
gadungan itu,” Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala
teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!”
Zein diam. Begitu pula Ido. “Baiklah mari kita bongkar
identitas si Penyihir,” Zein berteriak lantang berusaha memberi semangat pada
teman-temannya
Trio Sherlock, begitu Zein memberi nama bagi kelompok
detektifnya yang beranggotakan Didi, Ido, dan Zein. Trio detektif suka
mencari tantangan. Jika ada sesuatu yang aneh terjadi di sekitar mereka.
Seperti hari ini, Trio Sherlock akan mengungkap siapa
dalang dibalik penyihir gadungan yang sering menakut-nakuti anak-anak.
Rumah dari anyaman bambu itu terletak ditengah kebun
mangga. Cahaya lampu teplok terlihat remang-remang. Trio Sherlock merapatkan
jaket. Udara dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah karena dingin atau
malah takut. Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang paling penakut.
|
2.
|
Bagian
tengah
|
Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di sela
pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat. Sepi. Hanya suara jangkrik
dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian mencekam.
Rumah bambu hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat
Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada tanda-tanda penyihir itu muncul.
“Penyihirnya tak ada,” Ido berbisik sambil menyikut
lengan Zein.
Yang disikut memberikan isyarat diam pada Ido. “Bisa
saja penyihir itu tiba-tiba mendengar dan keluar untuk menangkap kita,” balas
Zein tak kalah pelannya. Hanya Didi yang diam mengawasi.
Tiba-tiba, dari arah jendela rumah bambu yang ditutupi
kain putih, samar-samar terlihat sesosok bayangan.
“Lihat-lihat!” tunjuk Didi. “Ada bayangan!”
Sontak, Ido dan Zein menoleh. Bayangan dirumah itu
menggerak-gerakkan tangannya. Lalu terdengar suara aungan yang membangkitkan
bulu kuduk. Ido mengkeret sambil memegang lengan Zein dan Didi.
“Jangan takut, Ido. Kita biarkan saja penyihir itu
terus mengaum. Pasti lama kelamaan dia akan kelelahan,” kata Zein
menenangkan.
“Benar, kalau dia hanya penyihir gadungan, dia pasti
kelelahan,” tambah Didi.
Benar saja. Tiga menit mengaum, peyihir itu berhenti.
Ada suara ngos-ngosan yang terdengar. Seperti orang kelelahan.
“Ayo kita serbu dia,” Didi mengeluarkan tali rapia dan
juga tongkat bisbol dari tas punggungnya. Zein dan Ido masing-masing juga
mengeluarkan peralatan “berperangnya”.
“Ingat jangan sampai melukai target. Gunakan saat
diperlukan saja.” Zein memberikan instruksi.
Kembali, trio detektif mengendap-endap menuju pintu
rumah bambu. Menunggu beberapa menit, sampai penyihir itu keluar. Beruntung,
suasana sedikit gelap, jadi tubuh trio detektif tak terlihat. Persembunyian
yang sempurna.
Dan benar saja, pintu terbuka beberapa menit kemudian.
Seseorang keluar. Dengan sigap Zein memeluk tubuh itu dari belakang dan Didi
bertugas mengikat tangan serta Ido mengikat kaki penyihir itu.
|
3.
|
Bagian
akhir
|
Trio Sherlock terkejut. Itu seperti suara yang mereka
kenal. Zein mengambil senter dari tas. Olala betapa terkejutnya mereka,
penyihir itu tak lain tak bukan adalah Kakek Sap.
* * * * *
Kakek Sap terkekeh. Airmatanya hampir keluar karena
lelah tertawa.
“Kalian ada-ada saja. Tapi keberanian kalian Kakek acungi jempol. Biasanya anak-anak lain akan lari terbirit-birit karena takut,” ucap Kakek Sap.
“Kenapa Kakek menyamar jadi penyihir?” Ido bertanya
sambil cemberut. Masih kesal.
“Hahaha, itu karena Kakek ingin membuat jera anak-anak
yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,”
cerita kakek Sap.
Zein dan Didi saling pandang. “Lalu dimana kostum,
Kakek?” tanya mereka bersamaan.
“Itu!” Kakek menunjuk pakaian badut di pojok rumah.
“Daripada kostum badut kakek tak terpakai, lebih baik kakek gunakan untuk
menakut-nakuti anak-anak nakal. Tapi jangan beritahu siapa-siapa ya. Ini
hanya rahasia kita berempat.” Kakek tertawa lagi sambil mengedipkan matanya.
Trio Sherlock mengangguk serempak, tersenyum. Tentu
saja mereka tak akan memberitahu siapa-siapa. Pulangnya, Trio Sherlock
tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang
ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.
|
5. Moral
Moral atau nilai, yaitu hal-hal yang positif dalam
cerita yang dapat dijadikan contoh oleh pembaca untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam cerita “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah”
moral yang dapat kita tiru sebagai pembaca adalah tidak boeleh mencuri.
Peristiwa yang ada dalam cerita ini mengajarkan kita tentang buruknya dari
tindakan mencuri.
6. Stile
Stile merpakan wujud pengungkapan kebahasaan dalam
setiap teks dan dapat dibedakan dalam dua hal yaitu apa yang ingin diungkapkan
pengarang dan bagaimana cara mengungkapkan. Dalam cerita ini, penulis menggunakan stile dengan kebahasaan yang
seederhana, yaitu dapat dengan mudah dipahami oleh anak-anak. Selain kebahasaan
yang sederhana, penulis juga menggunakan daya imajinasi, yaitu tentang adanya
penyihir. Di sini penulis mendefinisikan seorang penyihir jahat, dengan
menggunakan kostum badut.
7. Sudut Pandang
Sudut
pandang merupakan cara memandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh.
Dalam
cerita “Misteri Penyihir Di Belakang
Sekolah” ini, pengarang sengaja memilih sudut pandang orang
orang ketiga. Ini dapat dilihat dari para tokohnya yang langsung
menggunakan nama, bukan sudut pandang keakuan atau kediaan. Sudut pandang ini sengaja
dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
8. Nada
Nada yang tergambar dari cerita ini adalah
bersahabat, ketegangan, akrab, ketakutan, dan humor. Semua nada yang tercipta
melalui karakter tokoh, alur, latar tempat, dan situasi-situasi yang ada dalam
cerita tersebutOleh Yeni Alfiani
Unsur ekstrinsiknya gimana?
BalasHapusUnsur ekstrinsik sama majas nya?
BalasHapusAmanat nya mana?
BalasHapus