Pages

Kamis, 15 Maret 2018

Analisis Unsur Intrinsik Cerpen "Misteri Penyihir di Belakang Sekolah"


Misteri Penyihir di Belakang Sekolah



        Beberapa hari ini, beredar kabar tentang seorang penyihir yang mendiami gubuk di tengah kebun yang berada di belakang sekolah SD Merah Putih, sekolah Zein. Berita ini beredar di kalangan anak-anak. Penyihir itu suatu kali terdengar sedang berteriak-teriak pada tengah malam. Entah pada siapa. Tidak hanya itu, beberapa anak-anak pernah melihat wujud sang penyihir secara nyata meskipun hanya bayangan hitam di jendela.



Konon kabarnya, penyihir itu tak seperti penyihir dalam gambar yang biasa dilihat. Kalau biasanya penyihir memakai topi kain kerucut yang ujungnya bengkok, penyihir yang ini tidak memakai topi dan berambut kribo.

“Hidungnya tidak panjang dan bengkok, melainkan bulat bundar sempurna,” cerita Zein berapi-api namun tetap dengan berbisik. Teman-temannya menarik napas. Tegang.

“Lalu bagaimana badannya? Apakah kurus ceking?” tanya Ido penasaran.

Zein menggeleng-gelengkan kepalanya. “Badannya sangat besar. Perutnya buncit,” jawab Zein sambil membuat gerakan perut buncit dengan tangannya.

“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus membasmi penyihir gadungan itu,” Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!”

Zein diam. Begitu pula Ido. “Baiklah mari kita bongkar identitas si Penyihir,” Zein berteriak lantang berusaha memberi semangat pada teman-temannya

Trio Sherlock, begitu Zein memberi nama bagi kelompok detektifnya yang beranggotakan Didi, Ido, dan Zein. Trio detektif suka mencari tantangan. Jika ada sesuatu yang aneh terjadi di sekitar mereka.

Seperti hari ini, Trio Sherlock akan mengungkap siapa dalang dibalik penyihir gadungan yang sering menakut-nakuti anak-anak.

Rumah dari anyaman bambu itu terletak ditengah kebun mangga. Cahaya lampu teplok terlihat remang-remang. Trio Sherlock merapatkan jaket. Udara dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah karena dingin atau malah takut. Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang paling penakut.



Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat. Sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian mencekam.

Rumah bambu hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada tanda-tanda penyihir itu muncul.

“Penyihirnya tak ada,” Ido berbisik sambil menyikut lengan Zein.

Yang disikut memberikan isyarat diam pada Ido. “Bisa saja penyihir itu tiba-tiba mendengar dan keluar untuk menangkap kita,” balas Zein tak kalah pelannya. Hanya Didi yang diam mengawasi.

Tiba-tiba, dari arah jendela rumah bambu yang ditutupi kain putih, samar-samar terlihat sesosok bayangan.

“Lihat-lihat!” tunjuk Didi. “Ada bayangan!”

Sontak, Ido dan Zein menoleh. Bayangan dirumah itu menggerak-gerakkan tangannya. Lalu terdengar suara aungan yang membangkitkan bulu kuduk. Ido mengkeret sambil memegang lengan Zein dan Didi.

“Jangan takut, Ido. Kita biarkan saja penyihir itu terus mengaum. Pasti lama kelamaan dia akan kelelahan,” kata Zein menenangkan.

“Benar, kalau dia hanya penyihir gadungan, dia pasti kelelahan,” tambah Didi.

Benar saja. Tiga menit mengaum, peyihir itu berhenti. Ada suara ngos-ngosan yang terdengar. Seperti orang kelelahan.

“Ayo kita serbu dia,” Didi mengeluarkan tali rapia dan juga tongkat bisbol dari tas punggungnya. Zein dan Ido masing-masing juga mengeluarkan peralatan “berperangnya”.

“Ingat jangan sampai melukai target. Gunakan saat diperlukan saja.” Zein memberikan instruksi.

Kembali, trio detektif mengendap-endap menuju pintu rumah bambu. Menunggu beberapa menit, sampai penyihir itu keluar. Beruntung, suasana sedikit gelap, jadi tubuh trio detektif tak terlihat. Persembunyian yang sempurna.

Dan benar saja, pintu terbuka beberapa menit kemudian. Seseorang keluar. Dengan sigap Zein memeluk tubuh itu dari belakang dan Didi bertugas mengikat tangan serta Ido mengikat kaki penyihir itu.

“Aduh aduh,” suara penyihir itu terdengan seperti suara laki-laki. “Ampun ampun. Saya bukan orang jahat!”

Trio Sherlock terkejut. Itu seperti suara yang mereka kenal. Zein mengambil senter dari tas. Olala betapa terkejutnya mereka, penyihir itu tak lain tak bukan adalah Kakek Sap.

* * * * *

Kakek Sap terkekeh. Airmatanya hampir keluar karena lelah tertawa.
“Kalian ada-ada saja. Tapi keberanian kalian Kakek acungi jempol. Biasanya anak-anak lain akan lari terbirit-birit karena takut,” ucap Kakek Sap.

“Kenapa Kakek menyamar jadi penyihir?” Ido bertanya sambil cemberut. Masih kesal.

“Hahaha, itu karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita kakek Sap.

Zein dan Didi saling pandang. “Lalu dimana kostum, Kakek?” tanya mereka bersamaan.

“Itu!” Kakek menunjuk pakaian badut di pojok rumah. “Daripada kostum badut kakek tak terpakai, lebih baik kakek gunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Tapi jangan beritahu siapa-siapa ya. Ini hanya rahasia kita berempat.” Kakek tertawa lagi sambil mengedipkan matanya.

Trio Sherlock mengangguk serempak, tersenyum. Tentu saja mereka tak akan memberitahu siapa-siapa. Pulangnya, Trio Sherlock tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.






ANALISIS CERITA DENGAN MENGGUNAKAN UNSUR INTRINSIK

1.      Tema

Tema dalam cerita “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” adalah “Trio Sherlock Mencari Kebenaran”.

2.      Tokoh dan Penokohan

No
Nama
Penokohan
Bukti Cerita
1.
Zein
·         Penakut




·         Baik, menenangkan temannya di saat suasana sulit
·         Bijaksana
·      Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!

·      “Jangan takut, Ido. Kita biarkan saja penyihir itu terus mengaum. Pasti lama kelamaan dia akan kelelahan,” kata Zein menenangkan.


·      “Ingat jangan sampai melukai target. Gunakan saat diperlukan saja.” Zein memberikan instruksi.
2.
Didi
·         Pemberani






·         Tenang, Serius
·      “Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus membasmi penyihir gadungan itu,” Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!”
·         Hanya Didi yang diam mengawasi.
3.
Ido
·         Penakut
·      Udara dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah karena dingin atau malah takut. Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang paling penakut.
4.
Paman Sap
·         Berniat baik, menakut-nakuti anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun
·         Baik hati
·         karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita kakek Sap.

·         Pulangnya, Trio Sherlock tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.



3.      Latar

Merupakan lukisan peristiwa yang dialami oleh satu atau beberapa orang pada suatu waktu disuatu  tempat dan dalam suasana tertentu.



No
Latar
Bukti Cerita
1.
Tempat
·         Rumah anyaman di tengah kebun mangga (belakang SD Merah Putih)
·      Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat.
·      Rumah bambu hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada tanda-tanda penyihir itu muncul.
2.
Waktu
·         Tengah malam

·         Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat. Sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar.
3.
Suasana
·         Sepi, Mencekam


·         Riang Gembira, penuh canda tawa
·         Sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian mencekam.
·      “Hahaha, itu karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita kakek Sap.
·         Pulangnya, Trio Sherlock tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.



4.      Alur

Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab-akibat sehingga cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh.

Jenis alur yang digunakan dalam cerita “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” adalah jenis alur maju, karena di dalam cerita ini pengarang menceritakan urutan kejadian atau peristiwa secara berurutan.

No
Tahap-Tahap Alur
Bukti Cerita
1.
Bagian awal
Beberapa hari ini, beredar kabar tentang seorang penyihir yang mendiami gubuk di tengah kebun yang berada di belakang sekolah SD Merah Putih, sekolah Zein. Berita ini beredar di kalangan anak-anak. Penyihir itu suatu kali terdengar sedang berteriak-teriak pada tengah malam. Entah pada siapa. Tidak hanya itu, beberapa anak-anak pernah melihat wujud sang penyihir secara nyata meskipun hanya bayangan hitam di jendela.
Konon kabarnya, penyihir itu tak seperti penyihir dalam gambar yang biasa dilihat. Kalau biasanya penyihir memakai topi kain kerucut yang ujungnya bengkok, penyihir yang ini tidak memakai topi dan berambut kribo.
“Hidungnya tidak panjang dan bengkok, melainkan bulat bundar sempurna,” cerita Zein berapi-api namun tetap dengan berbisik. Teman-temannya menarik napas. Tegang.
“Lalu bagaimana badannya? Apakah kurus ceking?” tanya Ido penasaran.
Zein menggeleng-gelengkan kepalanya. “Badannya sangat besar. Perutnya buncit,” jawab Zein sambil membuat gerakan perut buncit dengan tangannya.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus membasmi penyihir gadungan itu,” Didi memberi usul yang langsung disambut gelengan kepala teman-temannya. “Ayolah kita kan Trio Sherlock, masa takut!”
Zein diam. Begitu pula Ido. “Baiklah mari kita bongkar identitas si Penyihir,” Zein berteriak lantang berusaha memberi semangat pada teman-temannya
Trio Sherlock, begitu Zein memberi nama bagi kelompok detektifnya yang beranggotakan Didi, Ido, dan Zein. Trio detektif suka mencari tantangan. Jika ada sesuatu yang aneh terjadi di sekitar mereka.
Seperti hari ini, Trio Sherlock akan mengungkap siapa dalang dibalik penyihir gadungan yang sering menakut-nakuti anak-anak.
Rumah dari anyaman bambu itu terletak ditengah kebun mangga. Cahaya lampu teplok terlihat remang-remang. Trio Sherlock merapatkan jaket. Udara dingin membuat Ido sedikit gemetaran. Entah karena dingin atau malah takut. Diantara ketiga Trio Sherlock, Ido memang yang paling penakut.
2.
Bagian tengah
Perlahan, Trio Sherlock mengendap-endap di sela pohon-pohon mangga madu yang sedang berbuah lebat. Sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam lain yang terdengar. Membuat suasana kian mencekam.
Rumah bambu hanya tinggal 20 meter lagi dari tempat Trio Sherlock bersembunyi. Belum ada tanda-tanda penyihir itu muncul.
“Penyihirnya tak ada,” Ido berbisik sambil menyikut lengan Zein.
Yang disikut memberikan isyarat diam pada Ido. “Bisa saja penyihir itu tiba-tiba mendengar dan keluar untuk menangkap kita,” balas Zein tak kalah pelannya. Hanya Didi yang diam mengawasi.
Tiba-tiba, dari arah jendela rumah bambu yang ditutupi kain putih, samar-samar terlihat sesosok bayangan.
“Lihat-lihat!” tunjuk Didi. “Ada bayangan!”
Sontak, Ido dan Zein menoleh. Bayangan dirumah itu menggerak-gerakkan tangannya. Lalu terdengar suara aungan yang membangkitkan bulu kuduk. Ido mengkeret sambil memegang lengan Zein dan Didi.
“Jangan takut, Ido. Kita biarkan saja penyihir itu terus mengaum. Pasti lama kelamaan dia akan kelelahan,” kata Zein menenangkan.
“Benar, kalau dia hanya penyihir gadungan, dia pasti kelelahan,” tambah Didi.
Benar saja. Tiga menit mengaum, peyihir itu berhenti. Ada suara ngos-ngosan yang terdengar. Seperti orang kelelahan.
“Ayo kita serbu dia,” Didi mengeluarkan tali rapia dan juga tongkat bisbol dari tas punggungnya. Zein dan Ido masing-masing juga mengeluarkan peralatan “berperangnya”.
“Ingat jangan sampai melukai target. Gunakan saat diperlukan saja.” Zein memberikan instruksi.
Kembali, trio detektif mengendap-endap menuju pintu rumah bambu. Menunggu beberapa menit, sampai penyihir itu keluar. Beruntung, suasana sedikit gelap, jadi tubuh trio detektif tak terlihat. Persembunyian yang sempurna.
Dan benar saja, pintu terbuka beberapa menit kemudian. Seseorang keluar. Dengan sigap Zein memeluk tubuh itu dari belakang dan Didi bertugas mengikat tangan serta Ido mengikat kaki penyihir itu.

3.
Bagian akhir

Trio Sherlock terkejut. Itu seperti suara yang mereka kenal. Zein mengambil senter dari tas. Olala betapa terkejutnya mereka, penyihir itu tak lain tak bukan adalah Kakek Sap.
* * * * *
Kakek Sap terkekeh. Airmatanya hampir keluar karena lelah tertawa.
“Kalian ada-ada saja. Tapi keberanian kalian Kakek acungi jempol. Biasanya anak-anak lain akan lari terbirit-birit karena takut,” ucap Kakek Sap.
“Kenapa Kakek menyamar jadi penyihir?” Ido bertanya sambil cemberut. Masih kesal.
“Hahaha, itu karena Kakek ingin membuat jera anak-anak yang suka mencuri mangga di kebun. Padahal kalau minta, pasti kakek kasih,” cerita kakek Sap.
Zein dan Didi saling pandang. “Lalu dimana kostum, Kakek?” tanya mereka bersamaan.
“Itu!” Kakek menunjuk pakaian badut di pojok rumah. “Daripada kostum badut kakek tak terpakai, lebih baik kakek gunakan untuk menakut-nakuti anak-anak nakal. Tapi jangan beritahu siapa-siapa ya. Ini hanya rahasia kita berempat.” Kakek tertawa lagi sambil mengedipkan matanya.
Trio Sherlock mengangguk serempak, tersenyum. Tentu saja mereka tak akan memberitahu siapa-siapa. Pulangnya, Trio Sherlock tertawa riang sambil menenteng masing-masing seplastik mangga madu yang ranum-ranum. Hadiah keberanian dari Kakek Sap.








5.      Moral

Moral atau nilai, yaitu hal-hal yang positif dalam cerita yang dapat dijadikan contoh oleh pembaca untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam cerita “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” moral yang dapat kita tiru sebagai pembaca adalah tidak boeleh mencuri. Peristiwa yang ada dalam cerita ini mengajarkan kita tentang buruknya dari tindakan mencuri.



6.      Stile

Stile merpakan wujud pengungkapan kebahasaan dalam setiap teks dan dapat dibedakan dalam dua hal yaitu apa yang ingin diungkapkan pengarang dan bagaimana cara mengungkapkan. Dalam cerita ini, penulis  menggunakan stile dengan kebahasaan yang seederhana, yaitu dapat dengan mudah dipahami oleh anak-anak. Selain kebahasaan yang sederhana, penulis juga menggunakan daya imajinasi, yaitu tentang adanya penyihir. Di sini penulis mendefinisikan seorang penyihir jahat, dengan menggunakan kostum badut.



7.      Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara memandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh.

Dalam cerita  “Misteri Penyihir Di Belakang Sekolah” ini, pengarang sengaja memilih sudut pandang orang orang ketiga. Ini dapat dilihat dari para tokohnya yang langsung menggunakan nama, bukan sudut pandang keakuan atau kediaan. Sudut pandang ini sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.



8.      Nada
Nada yang tergambar dari cerita ini adalah bersahabat, ketegangan, akrab, ketakutan, dan humor. Semua nada yang tercipta melalui karakter tokoh, alur, latar tempat, dan situasi-situasi yang ada dalam cerita tersebut


Oleh Yeni Alfiani

3 komentar: